Asal Mula Reog Ponorogo - Jawa Timur
Dahulu kala ada seorang puteri yang cantik jelita bernama
Dewi Sanggalangit. Ia puteri seorang raja yang terkenal di Kediri. Karena
wajahnya yang cantik jelita dan sikapnya yang lemah lembut banyak para pangeran
dan raja-raja yang ingin meminangnya untuk dijadikan sebagai istri.
Namun sayang Dewi Sanggalangit nampaknya belum berhasrat
untuk berumah tangga. Sehingga membuat pusing kedua orang tuanya. Padahal kedua
orang tuanya sudah sangat mendambakan hadirnya seorang cucu. “Anakku, sampai
kapan kau akan menolak setiap pangeran yang datang melamarmu?” tanya Raja pada
suatu hari.
“Ayahanda… sebenarnya hamba belum berhasrat untuk bersuami.
Namun jika ayahanda sangat mengharapkan, baiklah. Namun hamba minta syarat,
calon suami hamba harus bisa memenuhi keinginan hamba.”
“Lalu apa keinginanmu itu?”
“Hamba belum tahu…”
“Lho? Kok aneh…?” sahut Baginda.
“Hamba akan bersemedi minta petunjuk Dewa. Setelah itu hamba
akan menghadap ayahanda untuk menyampaikan keinginan hamba.”
Demikianlah, tiga hari tiga malam Dewi Sanggalangit
bersemedi. Pada hari keempat ia menghadap ayahandanya.
“Ayahanda, calon suami hamba harus mampu menghadirkan suatu
tontonan yang menarik. Tontonan atau keramaian yang belum ada sebelumnya.
Semacam tarian yang diiringi tabuhan dan gamelan. Dilengkapi dengan barisan
kuda kembar sebanyak seratus empat puluh ekor. Nantinya akan dijadikan iringan
pengantin. Terakhir harus dapat menghadirkan binatang berkepala dua.”
“Wah berat sekali syaratmu itu!” sahut Baginda.
Meski berat syaratnya itu tetap diumumkan kepada segenap
khalayak ramai. Siapa saja boleh mengikuti sayembara itu. Tidak peduli para
pangeran, putera bangsawan atau rakyat jelata.
Para pelamar yang tadinya menggebu-gebu untuk memperistri
Dewi Sanggalangit jadi ciut nyalinya. Banyak dari mereka yang mengundurkan diri
karena merasa tak sanggup memenuhi permintaan sang Dewi.
Akhirnya tinggal dua orang yang menyatakan sanggup memenuhi
permintaan Dewi Sanggalangit. Mereka adalah Raja Singabarong dari Kerajaan
Lodaya dan Raja Kelanaswandana dari Kerajaan Bandarangin.
Baginda Raja sangat terkejut mendengar kesanggupan kedua
raja itu. Sebab Raja Singabarong adalah manusia yang aneh. Ia seorang manusia
yang berkepala harimau. Wataknya buas dan kejam. Sedang Kelanaswandana adalah
seorang raja yang berwajah tampan dan gagah, namun punya kebiasaan aneh, suka
pada anak laki-laki. Anak laki-laki itu dianggapnya sebagai gadis-gadis cantik.
Namun semua sudah terlanjur, Dewi Sanggalangit tidak bisa
menggagalkan persyaratan yang telah diumumkan.
Raja Singabarong dari Kerajaan Lodaya memerintah dengan
bengis dan kejam. Semua kehendaknya harus dituruti. Siapa saja dari rakyatnya
yang membangkang tentunya akan dibunuh. Raja Singabarong bertubuh tinggi besar.
Dari bagian leher ke atas berwujud harimau yang mengerikan. Berbulu lebat dan
penuh dengan kutu-kutu. Itulah sebabnya ia memelihara seekor burung merak yang
rajin mematuki kutu-kutunya.
Ia sudah mempunyai selir yang jumlahnya banyak sekali. Namun
belum mempunyai permaisuri. Menurutnya sampai detik ini belum ada wanita yang
pantas menjadi permaisurinya, kecuali Dewi Sanggalangit dari Kediri. Karena itu
ia sangat berharap dapat memenuhi syarat yang diajukan oleh Dewi Sanggalangit.
Raja Singabarong telah memerintahkan kepada para abdinya
untuk mencarikan kuda-kuda kembar. Mengerahkan para seniman dan seniwatinya
menciptakan tontonan yang menarik, dan mendapatkan seekor binatang berkepala
dua. Namun pekerjaan itu ternyata tidak mudah. Kuda kembar sudah dapat
dikumpulkan, namun tontonan dengan kreasi baru belum tercipta, demikian pula
binatang berkepala dua belum didapatkannya.
Maka pada suatu hari ia memanggil patihnya yang bernama
Iderkala.
“Hai Patih coba kamu selidiki sampai bagaimana si
Kelanaswandana mempersiapkan permintaan Dewi Sanggalangit. Kita jangan sampai
kalah cepat oleh Kelanaswandana.”
Patih Iderkala dengan beberapa prajurit pilihan segera
berangkat menuju kerajaan Bandarangin dengan menyamar sebagai seorang pedagang.
Mereka menyelidiki berbagai upaya yang dilakukan oleh Raja Kelanaswandana.
Setelah melakukan penyelidikan dengan seksama selama lima hari mereka kembali
ke Lodaya.
“Ampun Baginda. Kiranya si Kelanaswandana hampir berhasil
mewujudkan permintaan Dewi Sanggalangit. Hamba lihat lebih dari seratus ekor
kuda kembar telah dikumpulkan. Mereka juga telah menyiapkan tontonan yang menarik,
yang sangat menakjubkan.” Patih Iderkala melaporkan.
“Wah celaka! Kalau begitu sebentar lagi dia dapat merebut
Dewi Sanggalangit sebagai istrinya.” kata Raja Singabarong. “Lalu bagaimana
dengan binatang berkepala dua, apa juga sudah mereka siapkan?”
“Hanya binatang itulah yang belum mereka siapkan. Tapi
nampaknya sebentar lagi mereka dapat menemukannya.” sambung Patih Iderkala.
Raja Singabarong menjadi gusar sekali. Ia bangkit berdiri
dari kursinya dan berkata keras.
“Patih Iderkala! Mulai hari ini siapkan prajurit pilihan
dengan senjata yang lengkap. Setiap saat mereka harus siap diperintah menyerbu
ke Bandarangin.”
Demikianlah, Raja Singabarong bermaksud merebut hasil usaha
keras Raja Kelanaswandana. Setelah mengadakan persiapan yang matang, Raja
Singabarong memerintahkan prajurit mata-mata untuk menyelidiki perjalanan yang
akan ditempuh Raja Kelanaswandana dari Wengker menuju Kediri. Rencananya Raja
Singabarong akan menyerbu mereka di perjalanan dan merampas hasil usaha Raja
Kelanaswandana untuk diserahkan sendiri kepada Dewi Sanggalangit.
Raja Kelanaswandana yang memerintah kerajaan Wengker
berwajah tampan dan bertubuh gagah. Ia memerintah dengan adil dan bijaksana.
Namun ada wataknya yang tidak baik, ia suka mencumbui anak laki-laki. Ia menganggap
anak laki-laki yang berwajah tampan dan bertubuh molek itu seperti gadis-gadis
remaja. Hal ini sangat mencemaskan pejabat kerajaan dan para pendeta.
Menimbulkan kesedihan bagi para rakyat yang harus kehilangan anak laki-lakinya
sebagai pemuas nafsu Raja.
Patih Pujanggeleng dan pendeta istana sudah berusaha
menasehati Raja agar meninggalkan kebiasaan buruknya itu namun saran mereka
tiada gunanya. Raja tetap saja mengumpulkan puluhan anak laki-laki yang
berwajah tampan.
Pada suatu hari Raja Kelanaswandana memanggil semua pejabat
kerajaan dan para pendeta. Ia berkata bahwa ia akan menghentikan kebiasaannya
jika dapat memperistri Dewi Sanggalangit dari Kediri. Sebab semalam ia mimpi
bertemu dengan gadis cantik jelita itu dalam tidur. Menurut para Dewa gadis
itulah yang akan menghentikan kebiasaan buruknya mencumbui anak laki-laki.
Seluruh pejabat dan pendeta menyetujui kehendak Raja yang
ingin memperistri Dewi Sanggalangit. Maka ketika mereka mendengar persyaratan
yang diajukan Dewi Sanggalagit, mereka tiada gentar, seluruh kawula kerajaan,
baik para pejabat, seniman, rakyat biasa rela bekerja keras guna memenuhi
permintaan Dewi Sanggalangit.
Karena mendapat dukungan seluruh rakyatnya maka dalam tempo
yang tidak begitu lama Raja Kelanaswandana dapat menyiapkan permintaan Dewi
Sanggalangit. Hanya binatang berkepala dua yang belum didapatnya. Patih
Pujanggeleng yang bekerja mati-matian mencarikan binatang itu akhirnya angkat
tangan, menyatakan ketidaksanggupannya kepada Raja.
“Tidak mengapa!” kata Raja Kelanaswandana. ”Soal binatang
berkepala dua itu aku sendiri yang akan mencarinya. Sekarang tingkatkan
kewaspadaan, aku mencium gelagat kurang baik dari kerajaan tetangga.”
“Maksud Baginda?” tanya Patih Pujanggeleng penasaran.
“Coba kau menyamar jadi rakyat biasa, berbaurlah dengan
penduduk di pasar dan keramaian lainnya.”
Perintah itu dijalankan, maka Patih Pujanggeleng mengerti
maksud Raja. Ternyata ada penyusup dari kerajaan Lodaya. Mereka adalah para
prajurit pilihan yang menyamar sebagai pedagang keliling. Patih Pujanggeleng
yang juga mengadakan penyamaran serupa akhirnya dapat mengorek keterangan
secara halus apa maksud prajurit Lodoya itu datang ke Bandarangin.
Prajurit Lodaya merasa girang setelah mendapatkan keterangan
yang diperlukan. Ia bermaksud kembali ke Lodoya. Namun sebelum melewati
perbatasan, anak buah Patih Pujanggeleng sudah mengepungnya, karena prajurit
itu melawan maka terpaksa para prajurit Bandarangin membunuhnya.
Patih Pujanggeleng menghadap Raja Kelanaswandana.
“Apa yang kau dapatkan?” tanya Raja Kelanaswandana.
“Ada penyusup dari kerajaan Lodaya yang ingin mengorek
keterangan tentang usaha Baginda memenuhi persyaratan Dewi Sanggalangit. Raja
Singabarong hendak merampas usaha Baginda dalam perjalanan menuju Kediri.”
“Kurang ajar!“ sahut Raja Kelanaswandana. “Jadi Raja
Singabarong akan menggunakan cara licik untuk memperoleh Dewi Sanggalangit.
Kalau begitu kita hancurkan kerajaan Lodaya. Siapkan bala tentara kita.”
Sementara itu Raja Singabarong yang menunggu laporan dari
prajurit mata-mata yang dikirim ke Bandarangin nampak gelisah. Ia segera
memerintahkan Patih Iderkala menyusul ke perbatasan. Sementara dia sendiri
segera pergi ke tamansari untuk menemui si burung merak, karena pada saat itu
kepalanya terasa gatal sekali.
“Hai burung merak! Cepat patukilah kutu-kutu di kepalaku!”
teriak Raja Singabarong dengan gemetaran menahan gatal.
Burung merak yang biasa melakukan tugasnya segera hinggap di
bahu Raja Singabarong lalu mematuki kutu-kutu di kepala Raja Singabarong.
Patukan-patukan si burung merak terasa nikmat, asyik,
bagaikan buaian sehingga Raja Singabarong terlena dan akhirnya tertidur. Ia
sama sekali tak mengetahui keadaan di luar istana. Karena tak ada prajurit yang
berani melapor kepadanya. Memang sudah diperintahkan kepada prajurit bahwa jika
ia sedang berada di tamansari siapapun tidak boleh menemui dan mengganggunya,
jika perintah itu dilanggar maka pelakunya akan dihukum mati.
Karena tertidur ia sama sekali tak mengetahui jika di luar
istana pasukan Bandarangin sudah datang menyerbu dan mengalahkan prajurit
Lodaya. Bahkan Patih Iderkala yang dikirim ke perbatasan telah binasa lebih
dahulu karena berpapasan dengan pasukan Bandarangin.
Ketika peperangan itu sudah merembet ke dalam istana dekat
tamansari barulah Raja Singabarong terbangun karena mendengan suara
ribut-ribut. Sementara si burung mereka masih terus bertengger mematuki
kutu-kutu dikepalanya, jika dilihat sepintas dari depan Raja Singabarong
seperti binatang berkepala dua yaitu berkepala harimau dan burung merak.
“Hai mengapa kalian ribut-ribut?” teriak Raja Singabarong.
Tak ada jawaban, kecuali berkelebatnya bayangan seseorang
yang tak lain adalah Raja Kelanaswandana. Raja Bandarangin itu tahu-tahu sudah
berada di hadapan Raja Singabarong.
Raja Singabarong terkejut sekali. “Hai Raja Kelanaswandana
mau apa kau datang kemari?”
“Jangan pura-pura bodoh!” sahut Raja Kelanaswandana.
“Bukankah kau hendak merampas usahaku dalam memenuhi persyaratan Dewi
Sanggalangit!”
“Hem, jadi kau sudah tahu!” sahut Raja Singabarong dengan
penuh rasa malu.
“Ya, maka untuk itu aku datang menghukummu!” berkata
demikian Raja Kelanaswandana mengeluarkan kesaktiannya. Diarahkan ke bagian
kepala Raja Singabarong. Seketika kepala Singabarong berubah. Burung merak yang
bertengger di bahunya tiba-tiba melekat jadi satu dengan kepalanya sehingga
Raja Singabarong berkepala dua.
Raja Singabarong marah bukan kepalang, ia mencabut kerisnya
dan meloncat menyerang Raja Kelanaswandana. Namun Raja Kelanaswandana segera
mengayunkan cambuk saktinya bernama Samandiman. Cambuk itu dapat mengeluarkan
hawa panas dan suaranya seperti halilintar.
“Jhedhaaar…!” begitu terkena cambuk Samandiman, tubuh Raja
Singabarong terpental, menggelepar-gelepar di atas tanah. Seketika tubuhnya
terasa lemah dan anehnya tiba-tiba tubuhnya berubah menjadi binatang aneh,
berkepala dua yaitu kepala harimau dan merak. Ia tidak dapat berbicara dan
akalnya telah hilang. Raja Kelanaswandana segera memerintahkan prajurit
Bandarangin untuk menangkap Singabarong dan membawanya ke negeri Bandarangin.
Beberapa hari kemudian Raja Kelanaswandana mengirim utusan
yang memberitahukan Raja Kediri bahwa ia segera datang membawa persyaratan Dewi
Sanggalangit. Raja Kediri langsung memanggil Dewi Sanggalangit.
“Anakku apa kau benar-benar bersedia menjadi istri Raja
Kelanaswandana?”
“Ayahanda… apakah Raja Kelanaswandana sanggup memenuhi
persyaratan hamba?”
“Tentu saja, dia akan datang dengan semua persyaratan yang
kau ajukan. Masalahnya sekarang, tidakkah kau menyesal menjadi istri Raja
Kelanaswandana?”
“Jika hal itu sudah jodoh hamba akan menerimanya. Siapa tahu
kehadiran hamba disisinya akan merubah kebiasaan buruknya itu.” tutur Dewi
Sanggalangit.
Demikianlah, pada hari yang ditentukan datanglah rombongan
Raja Kelanaswandana dengan kesenian Reog sebagai pengiring. Raja Kelanaswandana
datang dengan iringan seratus empat puluh empat ekor kuda kembar, dengan suara
gamelan, gendang dan terompet aneh yang menimbulkan perpaduan suara aneh, merdu
mendayu-dayu. Ditambah lagi dengan hadirnya seekor binatang berkepala dua yang
menari-nari liar namun indah dan menarik hati. Semua orang yang menonton
bersorak kegirangan, tanpa terasa mereka ikut menari-nari dan
berjingkrak-jingkrak kegirangan mengikuti suara musik.
Demikianlah, pada akhirnya Dewi Sanggalangit menjadi
permaisuri Raja Kelanaswandana dan diboyong ke Bandarangin di Wengker. Wengker
adalah nama lain dari Ponorogo sehingga di kemudian hari kesenian Reog itu
disebut Reog Ponorogo.
http://www.bali-directory.com/education/folks-tale/AsalMulaReogPonorogo.asp
0 comments:
Post a Comment